TIMES MAGELANG, MALINAU – Di tengah rimbunnya hutan tropis Kalimantan Utara, Desa Setulang di Kabupaten Malinau menyimpan pesona alam yang memukau sekaligus kekayaan budaya yang mendalam. Salah satu ikon desa wisata ini adalah Lamin Adat Adjang Lidem, sebuah balai adat megah yang berdiri sebagai lambang kekuatan dan solidaritas masyarakat setempat.
Lamin Adat Adjang Lidem merupakan balai adat suku Dayak Kenyah, yang dibangun sebagai pusat kegiatan masyarakat dan simbol warisan budaya yang terus hidup di Desa Setulang. Namanya mengambil dari seorang tokoh masyarakat yang pernah memimpin suku Dayak Kenyah Uma Lung.
Desain bangunan ini tidak hanya hasil kreasi seni yang unik, tetapi juga simbol dari gotong royong masyarakat, di mana setiap warga turut ambil bagian dalam perancangannya melalui sebuah sayembara.
Lukisan Lamin Adat Adjang Lidem yang menggambarkan aktivitas masyarakat long, saan pada zaman dulu, dan ada lukisan adu ketangkasan/ fazu do, Sumo ala ala Dayak Kenyah uma luwu. (Foto: Nanda Viola Vallenxia Sijabat/TIMES Indonesia)
"Lamin ini adalah bukti nyata bahwa kerjasama dan gotong royong adalah nilai-nilai yang kami junjung tinggi," ungkap Basmairan, anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Setulang kepada TIMES Indonesia, Rabu (30/10/2024).
Bangunan lamin ini dirancang menggunakan kayu meranti yang dihiasi ukiran khas Dayak, setiap ukiran menggambarkan makna tertentu. Ukiran motif wajah di panggung lamin melambangkan karakter masyarakat yang kokoh, sementara gigi tajam di pintu masuk mewakili ketegasan masyarakat dalam menjaga alam dan budaya mereka.
Setiap elemen desain disesuaikan dengan nilai-nilai lokal dan memakan waktu hampir lima tahun untuk penyelesaiannya, dibantu oleh dana dan bahan yang disumbangkan oleh warga setempat dan juga Pemkab Malinau, melalui Bupati Marthin Billa yang berkesempatan meresmikan bangunan megah ini di tahun 2005.
“Kami ingin setiap elemen di Lamin ini mencerminkan budaya dan tradisi kami,” tambah Basmairan.
Interior dalam Lamin Adat Adjang Lidem di Desa Wisata Setulang.(Foto: Nanda Viola Vallenxia Sijabat/ TIMES Indonesia)
Di dalam Lamin Adat, pengunjung akan menemukan ukiran mata yang melambangkan kewaspadaan masyarakat terhadap perubahan zaman. Tak jauh dari pintu masuk di sisi kiri, terdapat klub tebu—alat pemeras tebu tradisional yang menandakan pentingnya pertanian bagi kehidupan mereka. Semua ini mencerminkan cara hidup masyarakat yang erat kaitannya dengan alam.
Lamin Adat Adjang Lidem bukan hanya sekadar bangunan, tetapi merupakan representasi dari identitas, solidaritas, dan kekuatan budaya masyarakat Desa Setulang. Sebagai destinasi wisata, Lamin ini mengundang pengunjung untuk tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga memahami dan menghargai kekayaan budaya yang ada.
Dengan setiap ukiran dan desain, Lamin Adat Adjang Lidem mengajak untuk merenungkan pentingnya kebersamaan dan solidaritas dalam menjaga warisan budaya di tengah arus modernisasi. Desa Wisata Setulang, melalui Lamin Adat Adjang Lidem, menunjukkan bahwa keberagaman budaya dan tradisi lokal adalah aset berharga yang harus dilestarikan dan dirayakan bersama.
Jika Anda mencari destinasi yang menawarkan lebih dari sekadar pemandangan, Lamin Adat Adjang Lidem di Desa Setulang adalah pilihan yang tepat untuk memahami lebih dalam arti solidaritas dan kekayaan budaya Kalimantan Utara. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Keagungan Lamin Adat Adjang Lidem, Warisan Budaya Dayak Kenyah di Tengah Hutan Kalimantan
Pewarta | : Nanda Viola (MG) |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |