TIMES MAGELANG, JAKARTA – 17 Agustus adalah hajatnya rakyat Indonesia yang mana masyarakat memeriahkan dari setiap sudut gang, rumah hingga kampung semua merayakan kemerdekaan dengan segala kreatifitas dan inovasi masyarakat meramaikan harinya seluruh bangsa. Perlombaan mewarnai hari kemerdekaan seperti balap karung dan berbagai macam perlombaan menghangatkan suasana kemerdekaan.
Namun, bila berkaca pada masa perjuangan kemerdekaan betapa sulitnya masyarakat mendapatkan kedaulatannya dalam mengakses berbagai hal seperti akses Pendidikan, ekonomi bahkan untuk hak untuk hidup sekalipun tanpa adanya peran dan keterlibatan founding father pencetus kemerdekaan Indonesia.
Merdekanya Indonesia melalui Sejarah Panjang hingga lahirnya bangsa Indonesia yang beragam suku, agama, Bahasa dan budaya yang dianggap paling kaya dari seluruh Indonesia. Keanekaragaman dan kekayaan ini menjadi potensi bangsa yang patut disyukuri dan dibanggakan oleh masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data Kominfo yang disampaikan oleh Freddy H. Tulung selaku Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) bangsa Indonesia memiliki 742 bahasa/dialek, terdiri atas berbagai suku bangsa dan sub suku bangsa, jumlahnya tidak kurang dari 478 suku bangsa.
Potensi ini sekiranya perlu dikembangkan dan diupayakan inovasi penting tidak hanya hajat sementara tetapi perlu jadi hajat bersama dalam membangun Indonesia layaknya founding father kemerdekaan yang bekerjasama merebut kemerdekaan dari para penjajah hingga melahirkan Proklamasi Kemerdekaan.
Teringat dengan ucapan Sutan Syahrir yang mengatakan bahwa "Kemerdekaan nasional bukan pencapaian akhir, tapi rakyat bebas berkarya adalah pencapaian puncaknya" Sutan Syahrir.
Artinya, perayaan kemerdekaan bukanlah akhir dari segalanya, akan tetapi sejauh mana masyarakat bisa berkarya untuk bangsa Indonesia yang merupakan puncak dari merdekanya suatu negara. Bila dikaitkan dengan kondisi demokrasi Indonesia, timbul suatu pertanyaan baru sudahkah bangsa ini merdeka dalam berdemokrasi?
Merdeka Berdemokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan “kratos” yang berarti kekuasaan. Demokrasi adalah kekuasaan yang berada ditangan rakyat. Dalam demokrasi, pemegang kekuasaan tertinggi berada pada rakyat. Abraham Lincoln mantan Presiden Amerika Serikat,menyatakan bahwa “demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat,oleh rakyat, dan untuk rakyat” atau “the government from the people, by the people, and for the people”.
Selanjutnya, Syukron Kamil mendefinisikan demokrasi sebagai suatu sistem politik dimana pemilu yang jujur dan adil serta accuntability sebagai intinya. Artinya bahwa rakyat mempunyai posisi penting terlibat dalam menentukan arah kebijakan negara yaitu ditentukan melalui hak pilih yang digunakan.
Indonesia dalam lintas Sejarah alami 4 fase demokrasi yaitu fase pertama demokrasi konstitusional dimana masih terjadi transisi dalam berdemokrasi karena keadaan demokrasi masih dalam darurat karena negara masih berupaya mempertahankan kemerdekaan. Selanjutnya, pada fase kedua demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formil merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.
Kemudian yang ketiga adalah demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi constitutional yang menonjolkan sistem presidensil. Terakhir keempat adalah demokrasi pasca reformasi yang menginginkan tegaknya nilai demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktik politik pada masa orde baru.
Menurut Indeks Demokrasi versi Economist Intelligence Unit (EIU), indeks demokrasi Indonesia masih tergolong cacat (flawed democracy). Indeks demokrasi Indonesia, selama era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) cenderung meningkat, dari 6,41 (2006) menjadi 6,95 (2014). Kemudian dalam pemerintahan Presiden Jokowi skornya berfluktuasi. Sempat mencapai 7,03 (2015) dan data terakhir mencapai 6,71 (2022).
Namun bila merujuk ke data BPS terkait Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) mencatat bahwa skor demokrasi sekitar 79,25 poin pada tahun 2023. Capaian tahun 2023 turun 0,90 poin dari 2022 dengan jumlah skor sebesar 80,41 poin. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) masih dianggap baik karena skornya sekitar 60-80 poin.
Terlepas dari berbagai sumber data yang menganggap demokrasi di Indonesia masih berskors baik dan ada yang mengaggap buruk tentang demokrasi, bahwa semua itu tentu bukan sebab atau permasalahan yang perlu menjadi refleksi rakyat atas problem yang muncul kaitan tentang demokrasi seperti masifnya hoax, ketimpangan penegakan hukum, ketimpangan sosial ekonomi dan ancaman kebebasan berpendapat serta berekspresi.
Teringat ucapan Abdurahman Wahid yang mengatakan bahwa nilai demokrasi itu ada yang bersifat pokok dan ada pula yang bersifat derivasi atau lanjutan dari yang pokok. Ada tiga hal nilai pokok dalam demokrasi, yaitu kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Nilai yang diucapkan Gus Dur perlu jadi pegangan dan nilai pandangan hidup (value of view life) artinya nilai ini harus ditransformasikan dalam berbagai kehidupan termasuk dalam berbangsa dan bernegara.
Apabila dikaitkan dengan kemerdekaan bahwa nilai semangat kemerdekaan dan demokrasi ini harus berbarengan dan berkolaborasi sehingga momentum kemerdekaan ini menjadi harapan baru bagi rakyat dalam mewujudkan hal demokratis, semoga demokrasi kelak penuh kebahagiaan layaknya semarak kemerdekaan.
***
*) Oleh : Rangga Julian Hadi, S.Hum., M.H., Pegiat Demokrasi.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Merdeka Berdemokrasi
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |