TIMES MAGELANG, TANGERANG – Tidak semua pemimpin berani menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat secara terbuka pada akhir masa jabatan. Apalagi seorang kepala negara, mungkin banyak pejabat di sekitar Presiden Jokowi memberikan saran untuk tidak menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat. Yang terjadi, Presiden tetap menyampaikan permohonan maaf secara terbuka. Pada akhirnya, Presiden menjadi sasaran tembak lawan politiknya serta kelompok yang tidak selaras dengan pemerintah.
Sebagai orang yang beragama, tentu kita memahami, khususnya dalam Islam, bahwa meminta maaf sangat dianjurkan, apalagi sebagai seorang pemimpin yang tidak bisa memuaskan semua pihak. Kita tahu, dalam membuat keputusan selalu ada skala prioritas yang harus dicapai untuk kepentingan yang lebih besar. Kita belajar dari kerendahan hati seorang pemimpin yang dengan tulus menyampaikan permintaan maaf kepada rakyatnya. Kita doakan bersama semoga Presiden Jokowi selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Ada sebuah hadits yang menjelaskan bahwa sebesar apapun kesalahan manusia di dunia, jika yang bersangkutan pernah mengucapkan kalimat tauhid ketika hidup di dunia, maka dosanya akan diampuni serta dimasukkan ke dalam surga-Nya walaupun mendapatkan giliran paling buncit. Kita sebagai hamba Tuhan sudah selayaknya meminta maaf kepada orang di sekitar kita yang mungkin tanpa sengaja pernah tersakiti. Hal ini penting agar perjalanan hidup kita mendapatkan ridho dari Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak mudah menjadi seorang pemimpin di negara besar seperti Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia dan puluhan ribu pulau yang harus dilayani. Pasti ada yang terlewat, bahkan ada yang belum pernah dikunjungi pemimpin mereka sama sekali karena faktor transportasi yang belum memadai. Inilah fakta yang harus kita pahami bersama dalam membangun bangsa dan negara. Memang dibutuhkan kerjasama dari semua unsur yang ada di masyarakat, termasuk niat baik pemerintah dalam memberikan pemerataan pembangunan sampai pelosok daerah melalui dana desa.
Sudah seharusnya elite politik dan individu yang berseberangan dengan pemerintah tidak perlu membuat suasana seolah-olah permintaan maaf Jokowi adalah bentuk kesalahan. Justru Jokowi memberikan pelajaran dan contoh kepada kita agar siapapun yang menjadi pimpinan, baik di eksekutif maupun yudikatif, bekerja secara baik dan tulus untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sampaikan permohonan maaf kalau memang kita belum bisa memberikan yang terbaik.
Terkadang kita merasa khawatir dengan perilaku oknum kepala daerah yang tertangkap KPK karena menyalahgunakan kekuasaan, termasuk mengkondisikan tender agar bisa dilakukan penunjukan langsung. Ada juga lelang pekerjaan yang dilakukan sesuai prosedur, namun pesertanya sudah dikondisikan. Inilah permasalahan bangsa kita yang harus dibenahi bersama. Jika semua dilakukan sesuai dengan ketentuan, maka pembangunan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa diwujudkan dengan baik.
Banyak pemimpin daerah yang terjebak dengan kepentingan partai yang mengusung mereka, padahal seseorang terpilih menjadi kepala daerah bisa jadi rakyat memilih karena figur pemimpin tersebut, bukan karena partai yang mengusung. Sudah sepantasnya jika ada kader partai yang terpilih menjadi pemimpin, dilepas untuk menjadi pemimpin yang melayani semua golongan.
Hal ini penting agar kepala daerah tidak terbebani dengan partai yang mengusung dirinya atau kelompok tertentu. Sehingga politik balas budi bisa dihindari dan terhindar dari kejaran KPK. Jika beban ini bisa dihilangkan, maka banyak kepala daerah bisa bekerja dengan nyaman serta tidak tersandera oleh kepentingan tertentu. Salah satu tugas seorang pemimpin adalah menjalankan organisasi secara transparan dan akuntabel, dengan perencanaan yang baik, agar hasil pembangunan bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.
Indonesia membutuhkan seorang pemimpin berkarakter dan memiliki kepemimpinan yang kuat serta mampu berpikir secara menyeluruh, termasuk mencari sumber anggaran untuk membiayai operasional negara. Maka pemimpin membutuhkan partner kerja yang sejalan dengan pemikiran sang pemimpin dan mampu mewujudkan konsep serta pemikiran pemimpin.
Jokowi akan menyelesaikan masa kerjanya sampai bulan Oktober 2024. Yang kalah sudah sepantasnya move on dengan bijak menerima hasil pemilu. Elite partai tidak perlu menyampaikan hal yang kontra produktif. Lebih baik tenaga dan pikiran digunakan untuk kegiatan positif guna membangun bangsa yang besar ini. (*)
***
*) Oleh : Sugiyarto, S.E., M.M, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Belajar Dewasa dari Seorang Pemimpin
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |