TIMES MAGELANG, JAKARTA – Pernikahan merupakan momen sakral sekaligus spesial dalam hidup manusia, menjadi fondasi untuk membangun sebuah rumah tangga yang harmonis dan masa depan yang cerah. Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, selama ini dikenal dengan angka pernikahan yang tinggi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi penurunan yang signifikan dalam angka pernikahan di Indonesia.
Menurut laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, angka pernikahan pada tahun 2023 mencapai 1.577.255, turun dari 2 juta pada tahun 2022 (1.705.348). Penurunan ini juga tercermin dalam laporan Kementerian Agama Republik Indonesia, khususnya terkait pernikahan dalam kalangan umat Islam. Wilayah Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 29 ribu, sementara Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing turun 21 ribu dan 13 ribu.
Penyebab Menunda Pernikahan
Generasi muda sering kali menunda pernikahan dengan alasan tertentu. Pertama, mereka lebih matang dalam mempertimbangkan kesiapan diri untuk menikah, dengan prinsip "perencanaan hidup" yang lebih matang dibandingkan generasi sebelumnya. Faktor kedua adalah kendala finansial, masalah agama, dan dukungan keluarga yang kurang. Biaya pernikahan yang tinggi menjadi hambatan, dan pandangan masyarakat terhadap keputusan ini sering kali dianggap "stereotip".
Faktor ketiga adalah perubahan tren pernikahan seiring perkembangan zaman. Pernikahan tidak lagi menjadi prioritas utama bagi sebagian masyarakat karena dianggap menghambat perkembangan pribadi, kebebasan, dan karir. Hal ini semakin rumit dengan adanya beban seperti beban rumah tangga dan beban keluarga yang harus dipikul.
Meningkatkan Kualitas SDM
Sebagai negara berkembang, penurunan angka pernikahan dapat menjadi peluang untuk memajukan bangsa. Contoh dari Jepang menunjukkan bahwa generasi muda yang lebih fokus pada karir dapat membawa kemajuan bagi negara. Di sisi lain, masalah seks bebas di kalangan remaja menjadi perhatian serius karena dapat berdampak negatif pada masyarakat. Perlu ada upaya pencegahan seks bebas dan penurunan minat pernikahan, melalui bimbingan dari keluarga, lingkungan pertemanan, dan lembaga pendidikan.
Berdasarkan analisis tersebut, penurunan angka pernikahan dapat dijadikan momentum untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia menghadapi masa depan yang lebih baik. Generasi muda perlu mempertimbangkan secara matang perencanaan karir dan pernikahan, terutama menyambut bonus demografi 2045. Dengan demikian, mereka dapat menjadi tulang punggung bangsa yang kuat dan berdaya saing.
Penting untuk tidak terlena oleh hal-hal yang menyimpang, seperti mengabaikan pernikahan atau terjerumus dalam perilaku seksual yang tidak sehat. Kita perlu memperkuat iman dan kecerdasan untuk bersama-sama membangun Indonesia maju.
Davina Elmaliya Salsabila, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB University (*)
***
*) Oleh : Davina Elmaliya Salsabila, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Menurunnya Angka Pernikahan di Indonesia: Tantangan dan Peluang
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |